SIKKAT SITUMORANG@GMAIL.COM..........HORAS

Rabu, 10 November 2010

samosir tano hatubuan



Samosir Kembali ke Budaya Lokal
Pemerintah Kabupaten Samosir mulai menggunakan kearifan lokal budaya Batak dalam upaya konservasi kawasan ekosistem Danau Toba. Bupati Samosir Mangindar Simbolon mengakui, kearifan lokal budaya Batak sempat terpinggirkan. Padahal nenek moyang orang Batak dikenal memegang teguh adat dan budaya dalam upaya pelestarian lingkungan.

Mangindar mengatakan, Pemkab Samosir secara resmi memperkenalkan pendekatan budaya dalam setiap aspek pembangunan di wilayah tersebut. Termasuk upaya Pemkab Samosir dalam mengonservasi kawasan ekosistem Danau Toba.

Pada acara Pencanangan Strategi Pengelolaan Kolaboratif Pembangunan Samosir di Situs Budaya Batu Hobon, Kecamatan Sianjur Mula- mula, Kabupaten Samosir, Sabtu (5/9), Mangindar di hadapan pejabat pemerintah pusat dari berbagai departemen terkait, menyatakan, komitmen Samosir kembali menggunakan pendekatan budaya dalam setiap aspek pembangunan wilayah.

"Kami sadar semakin banyak orang Batak yang tak mengenal budayanya sendiri. Padahal nenek moyang orang Batak justru menggunakan berbagai produk budaya untuk melestarikan kekayaan alamnya. Dengan pencanangan ini, Pemkab Samosir ingin menegaskan akan kembali menggunakan pendekatan budaya dalam pembangunan di wilayah ini," ujar Mangindar.

Menurut Mangindar, dengan wilayah yang berada di tengah-tengah Danau Toba, Samosir dituntut mengonservasi ekosistem Danau Toba. Berbeda dengan enam kabupaten lain yang juga memiliki wilayah di Danau Toba, Kabupaten Samosir seluruh wilayahnya berada di Danau Toba. "Ini menjadikan Samosir sebagai daerah tangkapan air Danau Toba," ujarnya.

Mangindar mengatakan, nenek moyang orang Batak menggunakan pendekatan budaya dalam upaya yang saat ini disebut konservasi lingkungan. Akan tetapi, masuknya agama samawi sempat menjadikan budaya lokal sebagai bagian yang disingkirkan masyarakat. Padahal agama yang masuk ke Samosir tetap sejalan dengan budaya masyarakat Batak.

"Tetapi karena ada anggapan yang keliru, sehingga banyak situs budaya yang dulunya asri, harus ditebang pepohonannya karena ada penilaian menyalahi ketentuan agama," ujarnya.

Untuk itu, selain mengundang pejabat pemerintah pusat, pencanangan strategi pembangunan Kabupaten Samosir juga dikemas dalam acara budaya, Mangalahat Horbo Bius, semacam pesta dimulainya tahun baru dalam kalendar Batak yang berisi persembahan kerbau kepada Tuhan. Uniknya, pesta adat ini justru dipimpin oleh Uskup Agung Medan Mgr DR AB Sinaga OFM Cap.

"Ini juga untuk menunjukkan kepada masyarakat, bahwa penghormatan terhadap adat dan budaya mereka tak menyalahi agamanya," kata Mangindar.

Pejabat Departemen Dalam Negeri yang ikut hadir, yakni Staf Ahli Menteri Dalam Negeri Bidang Pembangunan Koesnan A Halim mengaku terkesan dengan upaya Pemkab Samosir. Sebagai kabupaten yang baru terbentuk lima tahun terakhir, upaya Pemkab Samosir yang tidak ingin kehilangan jati diri budayanya dalam pembangunan wilayah harus mendapat penghargaan. Apalagi upaya tersebut, kata Koesnan, didasari oleh keinginan melestarikan kawasan ekosistem Danau Toba.

"Jangan mencontoh apa yang dilakukan pemerintah daerah terhadap pengelolaan kawasan Puncak. Kawasan yang mestinya menjadi daerah resapan air justru penuh denga bangunan villa. Puncak tak menjadi daerah tangkapan air, dan berakibat pada terjadinya banjir di wilayah-wilayah yang berada di bawahnya," kata Koesnan